Asal keturunan
Tidak terdapat bukti sejarah yang meyakinkan mengenai asal keturunan
Maulana Malik Ibrahim, meskipun pada umumnya disepakati bahwa ia
bukanlah orang
Jawa asli. Sebutan
Syekh Maghribi yang diberikan masyarakat kepadanya, kemungkinan menisbatkan asal keturunannya dari wilayah
Arab Maghrib di
Afrika Utara.
Babad Tanah Jawi versi J.J. Meinsma menyebutnya dengan nama
Makhdum Ibrahim as-Samarqandy, yang mengikuti pengucapan lidah Jawa menjadi
Syekh Ibrahim Asmarakandi. Ia memperkirakan bahwa Maulana Malik Ibrahim lahir di
Samarkand,
Asia Tengah, pada paruh awal abad 14.
[1]
Dalam keterangannya pada buku
The History of Java mengenai asal mula dan perkembangan kota Gresik,
Raffles menyatakan bahwa menurut penuturan para penulis lokal, "
Mulana Ibrahim, seorang
Pandita terkenal berasal dari Arabia, keturunan dari
Jenal Abidin, dan sepupu raja
Chermen (sebuah negara
Sabrang), telah menetap bersama para
Mahomedans[2] lainnya di
Desa Leran di
Jang'gala".
[3]
Namun demikian, kemungkinan pendapat yang terkuat adalah berdasarkan
pembacaan J.P. Moquette atas baris kelima tulisan pada prasasti makamnya
di desa Gapura Wetan, Gresik; yang mengindikasikan bahwa ia berasal
dari
Kashan, suatu tempat di
Iran sekarang.
[4]
Terdapat beberapa versi mengenai silsilah Maulana Malik Ibrahim. Ia pada umumnya dianggap merupakan keturunan
Rasulullah SAW, melalui jalur keturunan
Husain bin Ali,
Ali Zainal Abidin,
Muhammad al-Baqir,
Ja'far ash-Shadiq,
Ali al-Uraidhi, Muhammad al-Naqib, Isa ar-Rumi,
Ahmad al-Muhajir, Ubaidullah, Alwi Awwal, Muhammad Sahibus Saumiah, Alwi ats-Tsani, Ali Khali' Qasam,
Muhammad Shahib Mirbath, Alwi Ammi al-Faqih, Abdul Malik (Ahmad Khan), Abdullah (al-Azhamat) Khan, Ahmad Syah Jalal,
Jamaluddin Akbar al-Husaini (Maulana Akbar), dan Maulana Malik Ibrahim,
[5][6][7][8] yang berarti ia adalah keturunan orang
Hadrami yang berhijrah.
Penyebaran agama
Maulana Malik Ibrahim dianggap termasuk salah seorang yang
pertama-tama menyebarkan agama Islam di tanah Jawa, dan merupakan wali
senior di antara para
Walisongo lainnya.
[9] Beberapa versi
babad
menyatakan bahwa kedatangannya disertai beberapa orang. Daerah yang
ditujunya pertama kali ialah desa Sembalo, sekarang adalah daerah Leran,
Kecamatan Manyar,
yaitu 9 kilometer ke arah utara kota Gresik. Ia lalu mulai menyiarkan
agama Islam di tanah Jawa bagian timur, dengan mendirikan mesjid pertama
di desa Pasucinan, Manyar.
Pertama-tama yang dilakukannya ialah mendekati masyarakat melalui
pergaulan. Budi bahasa yang ramah-tamah senantiasa diperlihatkannya di
dalam pergaulan sehari-hari. Ia tidak menentang secara tajam agama dan
kepercayaan hidup dari penduduk asli, melainkan hanya memperlihatkan
keindahan dan kabaikan yang dibawa oleh agama Islam. Berkat
keramah-tamahannya, banyak masyarakat yang tertarik masuk ke dalam agama
Islam.
[10]
Sebagaimana yang dilakukan para wali awal lainnya, aktivitas pertama
yang dilakukan Maulana Malik Ibrahim ialah berdagang. Ia berdagang di
tempat pelabuhan terbuka, yang sekarang dinamakan
desa Roomo,
Manyar.
[11]
Perdagangan membuatnya dapat berinteraksi dengan masyarakat banyak,
selain itu raja dan para bangsawan dapat pula turut serta dalam kegiatan
perdagangan tersebut sebagai pelaku jual-beli, pemilik kapal atau
pemodal.
[12]
Setelah cukup mapan di masyarakat, Maulana Malik Ibrahim kemudian melakukan kunjungan ke ibukota
Majapahit di
Trowulan.
Raja Majapahit meskipun tidak masuk Islam tetapi menerimanya dengan
baik, bahkan memberikannya sebidang tanah di pinggiran kota Gresik.
Wilayah itulah yang sekarang dikenal dengan nama desa Gapura. Cerita
rakyat tersebut diduga mengandung unsur-unsur kebenaran; mengingat
menurut Groeneveldt pada saat Maulana Malik Ibrahim hidup, di ibukota
Majapahit telah banyak orang asing termasuk dari
Asia Barat.
[13]
Demikianlah, dalam rangka mempersiapkan kader untuk melanjutkan
perjuangan menegakkan ajaran-ajaran Islam, Maulana Malik Ibrahim membuka
pesantren-pesantren yang merupakan tempat mendidik pemuka agama Islam
di masa selanjutnya. Hingga saat ini makamnya masih diziarahi
orang-orang yang menghargai usahanya menyebarkan agama Islam
berabad-abad yang silam. Setiap malam Jumat Legi, masyarakat setempat
ramai berkunjung untuk berziarah. Ritual ziarah tahunan atau
haul juga diadakan setiap tanggal 12 Rabi'ul Awwal, sesuai tanggal wafat pada prasasti makamnya. Pada acara haul biasa dilakukan
khataman Al-Quran,
mauludan (pembacaan riwayat Nabi Muhammad), dan dihidangkan makanan khas bubur harisah.
[14]
Legenda rakyat
Menurut legenda rakyat, dikatakan bahwa Syeh Maulana Malik Ibrahim atau
Sunan Gresik
berasal dari Persia. Syeh Maulana Malik Ibrahim dan Syeh Maulana Ishaq
disebutkan sebagai anak dari Syeh Maulana Ahmad Jumadil Kubro, atau
Syekh Jumadil Qubro. Syeh Maulana Ishaq disebutkan menjadi ulama terkenal di Samudera Pasai, sekaligus ayah dari Raden Paku atau
Sunan Giri. Syeh Jumadil Qubro dan kedua anaknya bersama-sama datang ke pulau Jawa. Setelah itu mereka berpisah;
Syekh Jumadil Qubro tetap di pulau Jawa, Syeh Maulana Malik Ibrahim ke Champa, Vietnam Selatan; dan adiknya Syeh Maulana Ishak mengislamkan
Samudera Pasai.
Syeh Maulana Malik Ibrahim disebutkan bermukim di
Champa
(dalam legenda disebut sebagai negeri Chermain atau Cermin) selama tiga
belas tahun. Ia menikahi putri raja yang memberinya dua putra; yaitu
Raden Rahmat atau
Sunan Ampel
dan Sayid Ali Murtadha atau Raden Santri. Setelah cukup menjalankan
misi dakwah di negeri itu, ia hijrah ke pulau Jawa dan meninggalkan
keluarganya. Setelah dewasa, kedua anaknya mengikuti jejaknya
menyebarkan agama Islam di pulau Jawa.
Syeh Maulana Malik Ibrahim dalam cerita rakyat kadang-kadang juga disebut dengan nama
Kakek Bantal.
Ia mengajarkan cara-cara baru bercocok tanam. Ia merangkul masyarakat
bawah, dan berhasil dalam misinya mencari tempat di hati masyarakat
sekitar yang ketika itu tengah dilanda krisis ekonomi dan perang
saudara.
Selain itu, ia juga sering mengobati masyarakat sekitar tanpa biaya.
Sebagai tabib, diceritakan bahwa ia pernah diundang untuk mengobati
istri raja yang berasal dari Champa. Besar kemungkinan permaisuri
tersebut masih kerabat istrinya.
Filsafat
Mengenai filsafat ketuhanannya, disebutkan bahwa Maulana Malik
Ibrahim pernah menyatakan mengenai apa yang dinamakan Allah. Ia berkata:
"Yang dinamakan Allah ialah sesungguhnya yang diperlukan ada-Nya."
Wafat
Setelah selesai membangun dan menata pondokan tempat belajar agama di
Leran, Syeh Maulana Malik Ibrahim wafat tahun
1419. Makamnya kini terdapat di desa Gapura, Gresik, Jawa Timur.
Inskripsi dalam bahasa Arab yang tertulis pada makamnya adalah sebagai berikut:
“ |
Ini adalah makam almarhum
seorang yang dapat diharapkan mendapat pengampunan Allah dan yang
mengharapkan kepada rahmat Tuhannya Yang Maha Luhur, guru para pangeran
dan sebagai tongkat sekalian para sultan dan wazir, siraman bagi kaum
fakir dan miskin. Yang berbahagia dan syahid penguasa dan urusan agama:
Malik Ibrahim yang terkenal dengan kebaikannya. Semoga Allah melimpahkan
rahmat dan ridha-Nya dan semoga menempatkannya di surga. Ia wafat pada
hari Senin 12 Rabi'ul Awwal 822 Hijriah. |
” |
Saat ini, jalan yang menuju ke makam tersebut diberi nama Jalan Malik Ibrahim.
[15]
Sumber. Wikipedia